Kamis, 23 Oktober 2008

Balada Seorang Penyiar

BALADA SEORANG PENYIAR
-kie-


“ya.. Boys sepertinya Amel harus segera cabut dari program Breakfast pagi ini… jangan lupa ya, dengerin terus program Breakfast tiap senin sampe jum’at, jam tujuh sampe jam sembilan pagi di seratus satu poin lima MR. Mister FM ‘just for male’, I have to go.. have a great Monday…. Bye…” kulepaskan headset dari telingaku lalu kunaikan mixer memutar lagu Linkin Park sebagai lagu penutup.
Ya… itu lah rutinitasku sehari-hari, sudah hampir empat tahun aku bekerja sebagai Penyiar di radio MR. FM (baca : Mister FM), radio segmentasi khusus pria, dimana semua program acaranya membahas dari A sampai Z mengenai anak Adam dan aktifitasnya sehari-hari. Karier ku dimulai saat aku menempuh Kuliah di salah satu Universitas Swasta, saat usiaku baru sembilan belas tahun aku sudah mulai mencoba untuk melamar di berbagai stasiun radio di kotaku, ya.. karena menjadi penyiar adalah cita-cita ku. Sampai akhirnya aku di terima sebagai Penyiar di Radio MR. FM. Sekarang setelah beberapa bulan yang lalu aku menyelesaikan kuliah, aku resmi menjadi karyawan tetap yang bekerja selama delapan jam sehari bukan lagi pegawai freelance yang gajinya pun pas-pasan.
“Mel.. telpon tuh dari penggemar beratmu!” teriak Rusdi dari balik kaca ruang siaran yang menurutku lebih mirip Aquarium raksasa. Rusdi adalah Music Director di tempatku kerja, usianyapun sama 22 tahun. Kalau berbicara tentang musik Rusdi jagonya, mulai dari pop, rock, R n B, dangdut, sampai keroncong dia benar-benar paham.
“Duh Di… kenapa dibilang ada, bilang aku lagi keluar kek, lagi boker kek, atau apalah…males banget trima telepon dari dia..” keluhku
“wah.. kalau sama pendengar nggak boleh gitu Mel, apalagi dia penggemar berat mu.. sampe-sampe saking beratnya kursi di ruang tamu tuh nggak muat hehe…” Rusdi mengejekku, dan ku balas dengan senyum kecut.
Dengan gontai aku menuju ruang administrasi, ku angkat telepon dengan malas-malasan “ya Halo disini Amel…”
“Mel…saya Barjo” dari suara khasnya yang parau aku sudah tahu kalau pemilik suara di seberang sana itu Barjo.
“Amel ada acara apa abis ini? Saya traktir makan siang yuk, sambil ngobrol.. terserah Amel mau makan di mana aja tinggal pilih.. mau ya?! Nanti saya langsung jemput kamu di radio” lanjut nya.
“ehm.. Pak.. eh Mas.. maaf banget yah… saya ada meeting jam sebelas nanti, jadi maaf banget saya nggak bisa ninggalin kantor” aku berbohong untuk ‘menyelamatkan diri’.
“yah… sayang sekali.. hm.. kalau gitu nanti kalau Amel nggak ada acara, telpon saya ya.. nanti saya ajak jalan-jalan..”
Aku bukanlah anak kecil yang termakan rayuan ‘jalan-jalan’ lagi pula aku tak kan punya waktu untuk Barjo, pikirku.
“hm.. Ok Mas nanti saya telpon, maaf Mas saya masih ada tugas.. sampe ketemu ya.. makasih” aku langsung menutup telepon.
Sedikit cerita tentang Barjo, boleh di bilang si Barjo adalah tipikal manusia ‘tua-tua keladi’, entah karena puber kedua atau memang sifatnya yang suka merayu. Dia adalah seorang pendengar acara ku, dan jika boleh sedikit sombong, dia adalah salah satu penggemarku, penggemar berat bahkan. Rata-rata pendengar radio tempatku bekerja adalah lelaki berusia 20 sampai 35 tahun, semacam eksutif muda atau mereka yang sedang menyelesaikan perkuliahan, tapi entah mengapa si Barjo (yang sepantasnya ku panggil mbah Barjo) masih bisa paham dengan acara yang kupandu, padahal isi acaranya seputar pergaulan kaum muda. Memang Barjo tergolong eksekutif (yang tidak muda) pria mapan yang sangat berkecukupan, menduduki jabatan penting di tempatnya bekerja, mobil mewah, dan limpahan harta. Tak jarang dia berkunjung ke radio ku dan memberiku hadiah, mulai dari baju, tas, coklat, boneka, sampai yang termewah (menurutku) jam tangan bermerk ‘TISOT’ oleh-oleh saat dia mendapat tugas di luar negeri. Jujur aku senang dengan pemberiannya tapi yang ku takut dia pasti menginginkan sesuatu dariku. Sudah berulang kali aku mencoba menolak saat dia memberiku sesuatu, tapi dia selalu berusaha meyakinkanku bahwa semua pemberiannya ikhlas tanpa pamrih, dan rizki buatku. Ya.. siapa yang bisa menolak rizki seperti itu hehe..
XXX


Seusai siaran aku masih sibuk untuk membuat Adlib untuk produk shampoo khusus pria, pesanan dari klien.
“Mel.. ada tamu ney!!!!” teriak Rusdi dari ruang tamu kantorku.
Aku segera bergegas menuju ruang tamu, ah.. mungkin klien yang menagih Adlib shampoo yang belum selesai kubuat.
“Hai Mel..” sapa seorang paruh baya yang tambun, rambut bagian belakangnya botak, berkulit sawo matang (bahkan sangat matang menurutku), tapi berpakaian rapi dengan balutan Jas dan Dasi yang serasi.
“oh… Mas Barjo, silahkan duduk mas” aku menelan ludah dan salah tingkah. Kurang ajar si Rusdi, padahal sebelumnya aku sudah berpesan jika Barjo menghubungiku bilang saja aku sedang tidak ada di tempat.
“ini Mel oleh-oleh, kemarin saya baru datang dari Makasar, kebetulan ada tugas di sana, maaf ya saya Cuma bisa bawain itu soalnya Cuma sehari di sana jadi nggak sempet puter-puter, cepet dimakan ya..” dia menyerahkan bungkusan foam berisi otak-otak dan buras, makanan khas Makasar.
“oh iya Mas nggak usah repot-repot, ini aja saya udah makasih banget”
“ok dech saya masih ada urusan di kantor, saya pamit dulu ya..”
‘syukur’ batinku.
Aku kembali melanjutkan tugasku, membuat Adlib Shampoo yang lumayan susah, baru kali ini aku kesulitan berkreasi untuk membuat iklan shampoo, ya.. karena klien ku yang satu ini sangat cerewet, banyak sekali permintaannya.
“Mel.. Tamu tuh!!” si Rusdi berteriak lagi
Aduh.. jangan-jangan si Barjo balik lagi “Siapa Di?”
Rusdi menggelengkan kepala.
Ini pasti dari perusahaan shampoo, karena hari ini aku memang ada janji dengan mereka. Segera aku menuju ruang tamu.
Degggg… Jantungku seolah mau copot, entah kenapa keringat dingin mulai muncul. Di ruang tamu, ku jumpai seorang Pria berkulit bersih, tinggi, rapi, usianya mungkin sedikit di atasku, dan yang pasti… dia saangat tampan. ‘dulu kira-kira ibunya ngidam apa ya, bisa melahirkan anak yang sangat tampan seperti ini’ gumanku dalam hati.
“Mbak Amel ya?” sapanya
“oh.. i..iya..”aku mulai sadar kalau dari tadi ternyata aku memandanginya dengan mulut sedikit menganga.
“Saya Bima dari Unilever, pesanan Adlibnya udah jadi mbak? Kalau sudah mau kami ambil untuk di koreksi dulu, nanti kalau Ok bisa langsung di on-air kan”
“oh.. ehm.. maaf Mas, ini masih dalam proses pengerjaan, nanti kalau sudah jadi langsung saya hubung, ehm.. oh iya saya minta nomor HPnya Mas, nanti saya telpon Mas kalau udah fix.” ‘Kesempatan’ pikirku
“ok ini kartu nama Saya… Saya tunggu kabarnya ya Mbak”
Entah kenapa jantungku semakin berdebar, apa lagi dia selalu memandang mataku ketika berbicara (atau mungkin aku saja yang Gede Rasa).
XXX


Hari ini aku gembira sekali, Klienku merasa puas dengan Adlib karyaku, tapi yang lebih menyenangkan lagi aku sudah mulai akrab dengan Bima. Ternyata dia adalah tim promosi di PT. Unilever dan jabatannya itu membuat kita saling berhubungan selama produknya mengiklankan di radio ku. Kita rutin berhubungan walau hanya lewat telepon atau SMS, tapi tak jarang dia mampir ke Radio untuk sekedar menanyakan perkembangan produknya. Atau jangan-jangan dia sekedar basa-basi mampir ke radio untuk bisa bertemu denganku? Hihihi… aku mulai Gede Rasa lagi..
Hari ke hari aku semakin akrab. Bahkan ketika bertemu atau telepon kita membicarakan segala hal selain ‘pekerjaan’, mulai dari musik, hobi, sampai makanan favorit. Tak jarang dia mengajak ku jalan-jalan untuk sekedar mencari makan. Aku merasa semakin dekat dengan Bima, dan Jujur sepertinya aku mulai Jatuh Cinta sama Bima. Ah.. Jatuh Cinta yang kata orang ‘berjuta rasanya’….
Sejenak aku bisa melupakan Barjo, ya dia tadi sempat menelepon di kantor, tapi untung saja Rusdi mau ku ajak kompromi, aku bisa terhindar dari si Barjo.
“Mel kamu gila ya senyum-senyum sendiri?” Tanya Rusdi yang mendapati ku melamun membayangkan wajah tampannya Bima.
“enak aja!” aku langsung mendelik.
“jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta sama… ehm.. siapa itu? yang dari Unilever..”
“BIMA?!” jawabku.
“iya Bima, yang kuku nya bisa buat jamu untuk sehat lelaki hehe” goda Rusdi.
“eh.. kurang ajar kutimpuk pake sandal jepit baru tau rasa kamu!!”
“Hai Mel…” sapa Bima dari kejauhan
“Eh Bim.. koq tumben sore-sore gini mampir” aku sedikit terkejut. Rusdi langsung meninggalkan kami dengan tatapan nakalnya.
“ehm.. sekarang bukannya Jam pulang kamu Mel? Aku tadi kebetulan lewat jadi mampir aja sekalian, siapa tau kamu butuh tumpangan untuk pulang.”
Ups.. dia menawariku pulang. “oh.. hm.. nggak ngrepotin nich?” tanyaku malu-malu tapi penuh harap.
“enggak lagi.. yuk aku anterin kamu pulang”
Ditengah perjalanan, Bima mengeluarkan kata-kata yang sudah lama aku tunggu, dia menanyakan apakah aku mau jadi pacarnya.. oh senangnya hati ku. Tanpa pikir panjang aku langsung meng-iyakan. Akhirnya.. lepas sudah status jombloku…serasa ingin terbang melayang…
XXX


Sudah hampir sebulan aku berpacaran dengan Bima, dia selalu menjemputku sepulang kantor. Sore ini Bima sudah menunggu di depan ruang tamu, aku pun bergegas untuk merapikan barang-barangku dan pulang bersama Bima. “Ayo Bim” ajakku.
“AMEL!!!” seseorang dari kejauhan memanggilku.
“Mas Barjo” batinku.
Barjo mendekati kami berdua, “ka..kamu ngapain disini?” tanyanya pada Bima dengan mata terbelalak.
“pa..papa sendiri ngapain disini?”
‘PAPA’ Bima memanggil Barjo ‘PAPA’.. aku jadi pusing…
“oo.. Jadi selama ini Kamu ya Mel yang di kejar-kejar sama Papaku? Tau nggak sich, gara-gara kamu Mama sama Papaku nggak pernah akur di rumah!! Yang ada di pikiran papaku Cuma cewek Idaman lainnya yang ternyata adalah KAMU!!” Bima mulai membentakku.
“Bim.. tunggu dulu.. bukan..seperti itu…..”aku membela diri
“Mulai sekarang kita PUTUS!!!!” Bima berlalu meninggalkan dan Barjo yang sedari tadi cuma memandangi kami bertengkar.
“Mel!!” panggil Barjo yang juga kutinggalkan begitu saja di ruang tamu.
Oh.. nasib ku… gagal sudah aku mendapatkan pria setampan Bima. Yang membuatku penasaran, secantik apakah ibunya hingga bisa melahirkan pria tampan seperti Bima, dengan ayah biologis seperti Barjo?! Haruskah aku menyalahkan Barjo? Ah.. sudahlah.. kupikir ini memang sudah takdirku… susahnya menjadi penyiar yang memiliki pengaggum berat seperti Barjo.. nasib… nasib…

XXX


-Insprd by Mrsudi n’ V-
(28 dec 07)

Tidak ada komentar: