Kamis, 23 Oktober 2008

JARWO

JARWO
-Kie-


2004
Namanya Jarwo.. Hm.. terdengar sangat gagah bukan? Putra asli Madiun, dari kalangan berada, bapaknya kepala sekolah, sedangkan ibunya seorang guru. Selama menempuh pendidikan perkuliahan di kota Malang, tak pernah sekalipun kulihat Jarwo bermasalah dengan uang, padahal banyak teman satu kos nya yang terpaksa ‘puasa’ karena kiriman uang dari orang tuanya terlambat. Yah.. itulah untungnya menjadi seorang Jarwo yang anak tunggal.
“Mel.. Amel!!!” teriak Jarwo memanggilku.
“eh Wo.. Kemana aja?! Tadi pagi ada kuliah filsafat komunikasi lho, nggak bisa TA soalnya dosennya sendiri yang ngabsen! Kamu kemana? Kan kemarin udah kukasih tau kalau hari ini ada kuliah tambahan!”
“ah.. kaya nggak tau aja! Biasa.. kemarin abis ‘lembur’ jadi cape banget trus nggak nggak bisa bangun pagi dech…”
“inget lho kita udah semester enam, jangan pacaran terus!! Paling proposal skripsi juga belum kamu bikin?!”
“hehehe abisnya aku lagi jatuh cinta banget nich sama Rendy.. makanya bantuin bikin proposal ya, stuck nich nggak ada ide sama sekali”
Ya.. itulah Jarwo, selalu menganggap remeh masalah pendidikan, baginya semua bisa di beli dengan uang.. aku dan Jarwo sudah bersahabat sejak pertama kami menginjakkan kaki di kampus MERDEKA ini. Jarwo orang yang supel, mudah bergaul, dan setia kawan. Badanya tegap dan sedikit tambun membuat ku selalu merasa aman berada di sampingnya, untuk urusan wajah, Jarwo tak terlalu tampan, yah.. mungkin ku beri dia nilai tujuh untuk urusan wajah…
Tak ada rahasia di antara aku dan Jarwo, bahkan untuk masalah pribadi sekalipun.
“Mel.. ntar nginep di kos ku yu.. bantuin aku bikin proposal” rengek si
Jarwo
“Liat nanti ya Wo, soalnya sore aku ada janji sama Andi… hari ini kan malam minggu”
“aduh… ntar aku dech yang minta ijin sama yayang mu itu”
Tak terhitung berapa kali aku menginap di kos si jarwo, bukan bermaksud apa-apa hanya sekedar main dan mengerjakan tugas perkuliahan bersama. Yah… kos-kosa an jaman sekarang dimana banyak ibu kos yang cuek membiarkan penghuninya memasukkan lawan jenis ke dalam kamar. Meskipun begitu orang tua ku bahkan pacarku sendiri ta pernah cemas jika aku enginap di kos Jarwo, karena mereka tahu Jarwo bukan lelaki ‘biasa’.
XXX


2005
Hari ini hari yang paling kun anti, setelah tiga setengah tahun akhirnya aku mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi. Pagi-pagi benar aku sudah bangun lalu pergi ke salon untuk di make up. Setelah itu aku langsung berangkat ke Gedung Balai Merdeka tempat ku akan di wisuda. Ibu Bapak ku akan menyusul nanti, karena wisudawan di wajibkan hadir lebih pagi.
Setengah tujuh aku sudah berdiri bergerombol bersama teman-teman di pelataran gedung.
“Mel.. Amel!!!” kebiasaan Jarwo yang selalu berteriak ketika memanggilku.
“WAH Wo.. kamu gagah banget pake toga!!! Ibu bapak mu dating kan?”
“ya iyalah.. langsung lho dari Madiun” jawabnya penuh antusias.
“trus yayang mu si Rendy mana?”
“ye.. bisa bisa orang tuaku mati berdiri kalau liat si Rendy” jawab Jarwo
“Apa rencanamu setelah wisuda Wo?” satu hal ini selalu ingin ku tanyakan pada Jarwo, apakah dia akan selama nya menjalani hidupnya yang.. boleh dibilang ‘tak normal’.
“hm…kaya’nya aku jadi ke Makasar dech Mel” Jarwo memang sudah mendapatkan panggilan kerja di salah satu perusahaan provider telepon di Makasar.
“Trus.. berarti kamu bakalan ninggalin Rendy donk… wah susah lho pacaran jarak jauh!”
“Ya enggak lah Mel… si Rendy kan mau ikut ke Makasar, rencananya sich dia mau cari kerja juga di sana biar deket terus hehe…”
“Kamu serius banget ya sama Rendy? Nggak pengen sembuh Wo?”
“Amel, aku nggak bisa bohongi perasaan ku, aku sayang banget sama Rendy, aku nggak peduli orang bilang apa tentang aku.. ku piki ini semua sudah takdir ku Mel..”
TAKDIR?? Benarkah itu semua Takdir Jarwo? Benarkah Tuhan menciptakan ‘Manusia’ seperti Jarwo?
Wah.. sepertinya aku harus segera masuk gedung, panitia sudah membariskan para wisudawan untuk memulai acara wisuda.
XXX


2006
Sudah hampir setahun aku tak bertemu Jarwo. Hubungan kita hanya melalui telepon atau SMS, itu pun sudah semakin jarang karena kesibukan kita masing-masing. Sudah hamper tujuh bulan ini aku bekerja menjadi Customer Service di salah satu bank swasta di Malang, sedangkan Jarwo terakhir ku dengar dia keluar dari pekerjaannya di Makasar dan kembali ke kota asalnya Madiun, Orang tuanya menginginkan supaya Jarwo sekolah lagi untuk mendapatkan Akta 1, yah.. semacam ‘SIM’ untuk mengajar. Mungkin orang tua Jarwo masih menganggap bahwa menjadi seorang Guru atau PNS berarti sudah mendapat ‘jaminan’ seumur hidup, tidak perlu takut dengan PHK, kontrak kerja, dan kelaparan saat masa pensiun.
Tiba-tiba saja hari ini aku merindukan Jarwo, bagaimana kabarnya, dan apakah dia masih menjalin hubungan dengan Rendy. Apakah Jarwo masih menjalin kisah yang tak ‘biasa’ itu?
Ups.. handphone ku berbunyi.. ‘Jarwo’ batinku
“Hallo.. WO!!! Kemana aja? Gimana kabarmu? Aku lagi mikirin kamu lho, pas banget yach.. jangan-jangan kamu punya six sense hehe…” Aku kegirangan mendapat telepon dari Jarwo sahabat lamaku.
“Mel aku sekarang ada di Malang, ehm.. kamu bisa dateng kesini nggak? Di kos ku yang dulu, udah tiga hari aku kos lagi di sini” Jawab Jarwo tanpa semangat.
“Waduh Wo aku masih di kantor, nanti malem jam tujuh dech aku ke tempatmu, kamu kenapa WO? Koq lemes gitu? Kurang makan yach?” candaku.
“bener yach nanti kutunggu di kos, nanti dech aku ceritain semuanya.. Mel udah dulu ya, pulsaku mau abis ney?”
Hm.. Jarwo kehabisan pulsa?? Wah.. ini semakin membuatku penasaran, ada apa dengan Jarwo?
Sebelum jam tujuh aku sudah sampai di kos si Jarwo, di kamar yang dulu, tapi banyak yang berubah… kamar itu terlihat lapang, hanya ada kasur beralaskan tikar dan meja kayu. Padahal dulu sewaktu Jarwo kos disini, hampir semua alat elektronik lengkap terpajang, televisi, Hi-Fi, Komputer, bahkan kulkas kecil untuk menyimpan persediaan makanan pun ada. kudapati Jarwo dan Rendy duduk mengeluarkan sejumlah baju dari tas kopor yang kecil..
“Jarwo!!” panggilku seraya memeluknya meluapkan rasa rinduku.
“Wo.. kangen banget!! Ada angin apa kamu datang ke Malang? Udah dapet A1 Wo? Jangan-jangan udah jadi pak gurur hehe…”
Jarwo tampak murung “Mel.. aku di usir bapak ku, orang tuaku sudah tau tentang Rendy, mereka sudah tau kalau aku GAY!!”
Aku terdiam terpaku.
“I..Iya Mel, Jarwo di hajar habis-habisan sama bapaknya” lanjut Rendy
”Koq bisa Wo? Mereka tau dari mana?”
“Entah lah Mel, mungkin mereka sudah curiga tentang kedekatanku dengan Rendy” ungkap Jarwo
“aku nggak tau mesti gimana Mel? Aku nggak sempet bawa apa-apa, uang, baju, ijasah, semua kutinggal di Madiun” Jarwo tampak menitihkan air mata.
XXX


Semenjak kejadian di kos Jarwo, hampir setiap hari aku mengunjunginya. Tak jarang ku bawakan mereka makan malam. Sudah lima bulan Jarwo tinggal di Kos, dia mulai sibuk mencari pekerjaan seadanya, begitu pula dengan Rendy. Tak jarang mereka bekerja serabutan di Toko peracangan di sebelah kos-nya untuk sekedar membayar biaya kos.
Suatu malam ketika aku berada berdua di kos Jarwo..
“Wo.. Kamu nggak ada niat untuk meminta maaf sama orang tua mu? Kamu nggak kasian sama mereka Wo? Kamu kan anak satu-satunya, harapan mereka Cuma kamu Wo”
“Sudahlah Mel… aku sudah memilih jalan hidupku sendiri, aku tau ini akan semakin berat, tapi rasanya akan lebih sakit jika aku mengabaikan perasaanku Mel, rasa cintaku yang mungkin sebagian orang menganggapnya sebagai nafsu… aku sayang sama orang tua ku, tapi mereka nggak bisa menerimaku karena aku seorang Gay.. ini semua bukan kehendakku Mel, Tuhan yang mengatur, kalau boleh memilih.. aku lebih baik tidak dilahirkan di dunia ini, tidak dilahirkan sebagai seorang Gay.. aku nggak bisa memaksakan diri untuk mencintai wanita… tapi aku yakin Tuhan pasti punya maksud menciptakan manusia sepertiku…
Ya.. itulah Jarwo yang lebih memilih cinta daripada kemewahan..
Cinta.. sesuatu yang indah tapi ternyata lebih banyak menyakitkan..
Salahkah Jarwo yang ingin meraih Cinta nya? Bukan kah Cnta itu milik semua? Bukankah Cnta itu kehendak Tuhan? Semua orang pasti menginginkan cinta, bigitu puula dengan Jarwo…
Mungkin benar apa yang dikatakan Jarwo, Tuhan pasti punya rencana untuk orang seperti Jarwo. Meskipun aku sahabatnya, tapi kurasa tak layak untuk menghakimi Jarwo. Walau sebagian orang menganggapnya salah, tapi hanya Tuhan yang berhak mengadili.
Jarwo Cuma manusia biasa yang punya perasaan…
Siapapun dia…
Bagaimanapun dia…
Dia tetaplah sahabatku..
Jarwo.







-Insprd by true stry-

Tidak ada komentar: